Populism.id, KUTIM – Dalam upaya terus-menerus untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan layanan kesehatan, sebuah inovasi baru telah muncul di dunia kesehatan global, yakni alat Skrining HIV Mandiri (SHM).
Alat ini merupakan langkah revolusioner dalam deteksi dini HIV, memberikan kemudahan kepada individu untuk menguji diri mereka sendiri secara mandiri.
Dibuat dengan teknologi canggih, alat SHM ini memungkinkan seseorang untuk melakukan pengujian HIV tanpa harus pergi ke fasilitas kesehatan.
Hal ini sangat penting karena dapat mengatasi beberapa hambatan yang seringkali menghambat orang untuk melakukan tes HIV secara teratur, seperti stigmatisasi dan ketidaknyamanan.
Koordinator lapangan (Korlap) Sub-sub Recipient (SSR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur-Kutai Timur, Supiansyah Burhan menuturkan pendekatan ini (SHM) merupakan salah satu upaya dalam memenuhi hambatan pemeriksaan HIV karena terkendala waktu, khususnya pada komunitas Populasi kunci (Poci) yang hendak datang ke layanan kesehatan.
“Tujuannya agar komunitas yang terkendala tersebut bisa melakukan skrining HIV secara mandiri, terutama bagi komunitas Poci dengan resiko tinggi terinfeksi HIV,” ungkapnya di Ruang Sangkima, Hotel Royal Victoria, belum lama ini.
Di tempat yang sama, Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Kutai Timur (Kutim), Harmadji Parthodarsono, menyambut baik terobosan ini, ia berharap dapat meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penularan HIV di Kutim.
Meskipun data terakhir menunjukkan penurunan kasus HIV/AIDS di Kutim pada tahun 2023, tetapi tetap terus waspada terhadap potensi penularan lebih lanjut.
Perlu diketahui, data terakhir terkait kasus HIV/AIDS di Kutim telah mencapai 122 kasus sepanjang tahun 2022, sedangkan di tahun ini (sampai bulan september) tercatat sudah ada 65 kasus.
“Jadi di tahun 2023 ini kelihatannya ada penurunan, bayangin kalau tahun lalu ada 122 (kasus) berarti di semester pertama saja sudah ada 61 (kasus). Nah, berarti hanya ada 65 (kasus) sampai bulan september berarti kurang (ada penurunan dari tahun sebelumnya),” terangnya kepada awak media.
Dalam kegiatan tersebut, dr Dewi Purnamasari, dokter dari poli VCT di RSUD Kudungga, mendorong peningkatan seminar-seminar sejenis. Ia menekankan pentingnya komunikasi antarpihak, khususnya di bidang kesehatan.
“Misalnya, di Samarinda sudah ada PrEP, jadi kita di Kutim sudah mulai siap-siap. Jadi paling tidak kita pelayan medis sudah ancang-ancang, begitu obat tersebut sudah masuk di Kutim, kitanya juga sudah siap,” ujarnya.
Untuk diketahui, Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) adalah obat yang dapat dikonsumsi sebelum seseorang berisiko terhadap kontak dengan virus HIV.
Konsumsi PrEP yang rutin dapat mengurangi risiko infeksi hingga 90% atau lebih bagi populasi berisiko tinggi terhadap HIV seperti pada komunitas Poci, diantaranya Lelaki Suka Lelaki (LSL), Transgender (TG), dan People Who Injecting Drugs (PWID) atau pengguna napza suntik (penasun).
Konsumsi PrEP juga dianjurkan pada pasangan yang tidak sama status HIV-nya, terutama pasangan HIV positif dan HIV negatif. Oleh karena itu, selain pengenalan SHM, diharapkan penerapan PrEP ini akan segera terselenggara, karena hal ini penting dalam upaya pencegahan penularan HIV di Kutim. (Adv)
[Royen-Populismedia]