Populism.id, BONTANG – Anggota DPRD Bontang Bakhtiar Wakkang ragu validitas data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun ini. Pasalnya dia tercatat sebagai salah satu warga miskin di Kota Bontang.
Menurutnya, ada indikasi data yang dikeluarkan oleh BPS dikerjakan asal-asalan. Lantaran, ia maupun keluarga yang lain tidak pernah merasa didatangi petugas BPS untuk dilakukan pendataan.
Politikus NasDem ini mengaku mendapatkan informasi tersebut dari Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat.
“Ini ngawur. Saya bukan merasa kaya, tetapi saya ataupun keluarga di rumah tidak pernah merasa didata petugas BPS. Artinya validitas data BPS tidak akurat,” ungkapnya, Rabu (22/11/2023).
Yang mengherankan, sambungnya, daftar orang miskin tersebut juga merekap lengkap Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP serta alamat.
Selain dirinya ada beberapa profesi lain yang masuk kategori miskin dengan tingkat ekstrim. Seperti ASN, pengusaha dan yang lainnya.
Harusnya BPS bisa memvalidasi data agar bisa menjadi akurat. Jangan sampai ada indikasi permainan data.
Lebih menyakitkan lagi ketika ada orang yang dalam kategori miskin justru tercatut namanya sebagai otang mampu.
“BPS Bontang harus segera memberikan klarifikasinya. Saya sudah telpon tapi belum direspons,” bebernya.
Menyoal masalah tersebut, pria yang karib disapa BW ini akan memanggil BPS Bontang dalam waktu dekat. Dirinya harus cepat mendapatkan klarifikasi agar ini tidak terulang kembali.
“Saya rencana panggil senin pekan depan,” ucapnya.
Dikonfirmasi Kepala BPS Bontang Widiantono membantah adanya informasi data kemiskinan yang mencatut nama salah satu Anggota DPRD.
Dia menjelaskan BPS tidak pernah mengeluarkan data kemiskinan. Apalagi mencatut name by address.
Survei terakhir yang dilakukan ialah registrasi sosial ekonomi (Reksosek). Itu pun bukan berdasarkan kemiskinan. Melainkan mendata seluruh penduduk Indonesia.
Kemudian data itu akan diranking dari segi atas paling tataran bawah. Berdasarkan kriteria baik aset, ekonomi, spsial dan rumah tangga.
Bahkan data kemiskinan pun yang dikeluarkan ialah data persentase. Tidak spesifik bagian nama seseorang warga. Karena secara porsi BPS tidak khusus mencatat data kemiskinan
“Jadi bukan BPS. Tapi mungkin bisa jadi dari Kemensos melalui program DTKS. Atau data dari Percepatan Penurunan Kemiskinan Ekstrim (PPKE) dari Kementrian PMK,” terangnya. (Adv)
(Royen-Populismedia)