Populism.id, BONTANG – Anggota Komisi II DPRD Bontang Bakhtiar Wakkang menduga distribusi minyak goreng curah di Bontang dikendalikan mafia.
Dugaan Bakhtiar bukan tanpa sebab. Menurutnya harga jual minyak goreng curah di Bontang saat ini sudah tidak wajar. Per liternya tembus Rp 20 ribu. harga itu jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 14 ribu. Akibatnya, masyarakat yang dirugikan.
Hal itu diungkapkan Bakhtiar dalam rapat dengar pendapat Komisi II Bontang, bersama PT EUP; Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (Diskop-UKMP); dan dua distributor minyak goreng di Bontang, CV Segendis Jaya Mandiri dan PT Setia Ciptaloka, Senin (22/5/2023) siang.
“Ini terkesan dibiarkan. Distribusi minyak goreng curah berjalan tanpa kehadiran pemerintah. Akibatnya, harga yang seharusnya mengacu pada HET, nyatanya tidak terkontrol. Ada mafia yang bermain,” kata Bakhtiar.
Baca Juga; BW Sentil Pimpinan PT EUP, Karena Tak Hadiri Rapat Distribusi Minyak Goreng
Menurut politisi Nasdem ini, sudah semestinya Wali Kota mengevaluasi kinerja bawahannya. Khususnya Diskop-UKMP.
“Pak Basri harus turun tangan. Agar harga minyak ini normal,” bebernya.
Oleh sebab itu, untuk mengurai persoalan distribusi minyak di Bontang, politikus Nasdem itu menawarkan tiga langkah penyelesaian.
Pertama, meminta klarifikasi direksi PT EUP dengan memburu mereka ke Jakarta. Pasalnya dalam rapat ini, atau rapat lain yang mengundang PT EUP, perusahaan tak pernah menghadirkan sosok yang bisa mengambil keputusan. Tapi hanya diwakilkan staf biasa yang tak punya kewenangan.
Kedua, mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus). Pansus ini bukan saja bertugas menginvestigasi soal distribusi minyak, pun mendalami persoalan lain yang diduga dilakukan PT EUP, seperti persoalan lingkungan, ketenagakerjaan, dan pengrusakan jalan kota.
Ketiga, menggelar rapat internal antara Komisi II dengan pimpinan DPRD. Sebab cukup ironis warga Bontang kesulitan dan harga mahal memperoleh minyak goreng, sementara pabrik pengolahannya ada di kota sendiri.
“Ini mengangkangi amanat yang ada di Sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada keadilan bagi warga Bontang kalau begini kondisinya,” tegas pria yang akrab disapa BW ini. (Iwan/ADV/DPRD).