
Kepala Seksi (Kasi) Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Kecamatan Bontang Utara, Nanah Sulaiman, menjelaskan, warung tersebut berada di zona laut lepas, tepatnya pada posisi di atas 0,05 mil dari garis pantai.
Zona tersebut merupakan area di bawah kewenangan provinsi yang tidak memperbolehkan adanya bangunan permanen atau aktivitas ekonomi yang menetap.
“Area ini termasuk zona laut yang harus steril untuk menjaga keberlangsungan ekosistem dan menghindari konflik pemanfaatan wilayah laut,” tegasnya.
Pemerintah telah memberikan teguran sebanyak tiga kali kepada pemilik warung sebelum akhirnya memutuskan untuk membongkar bangunan tersebut. Pembongkaran dilakukan dengan melibatkan aparat keamanan, termasuk Babinsa, kepolisian, dan TNI, guna memastikan pelaksanaannya berjalan lancar.
Meski demikian, tindakan ini mendapat penolakan dari pemilik warung yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Namun, pemerintah memenangkan sidang pertama dengan bukti kuat bahwa warung tersebut melanggar aturan tata ruang zona laut.
“Kami telah menjalankan proses ini sesuai prosedur hukum yang berlaku, dan semua bukti menunjukkan pelanggaran yang dilakukan,” imbuhnya.
Kata dia, pemilik warung kemudian mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung dalam waktu dekat. Pemerintah optimistis pengadilan akan kembali memihak mereka, mengingat pembongkaran dilakukan berdasarkan peraturan yang jelas dan untuk kepentingan publik.
Langkah tegas ini diambil sebagai upaya menjaga ketertiban di kawasan masjid terapung yang kerap menjadi destinasi wisata dan pusat aktivitas keagamaan. Pemerintah berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tidak melakukan pembangunan ilegal, terutama di wilayah yang dilindungi seperti zona laut.
“Keberadaan bangunan ilegal di zona laut bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut serta mengganggu aktivitas masyarakat di sekitarnya,” tutupnya. (Adv/Rae)




Leave a Reply