Populism.id, BONTANG – Sekolah Tinggi Teknologi Bontang (STITEK) diduga melanggar perjanjian sewa menyewa bangunan Pemerintah, di Jalan Ir Juanda, Kelurahan Tanjung Laut, Bontang Selatan.
Hal itu terungkap saat tiga Anggota Komisi II DPRD Bontang, Bakhtiar Wakkang, Ridwan dan Sumaryono melakukan tinjauan lapangan bersama orang-orang bagian aset dari Sekretariat Daerah, ke kampus swasta itu, Selasa (7/11/2023).
Dalam kegiatan tersebut, Bakhtiar Wakkang datang lebih awal. Sebelum bertemu pihak Yayasan Pendidikan Bessai Berinta sebagai pengelola STITEK. Dirinya menyempatkan masuk ke kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang memang berada berdampingan dengan kampus tersebut. Ia bertemu Usman. Kepala BPBD Bontang.
Awak media melihat Bakhtiar duduk di tengah, diantara orang-orang BPBD. Ia nampak berbincang serius dengan Usman sambil membolak balikan dokumen yang dipegang.
Belakangan baru diketahui, dokumen tersebut adalah surat perjanjian sewa menyewa antara Pemerintah Kota Bontang dengan pihak STITEK.
Setelah bertemu Usman. Pria yang akrab BW ini keluar dari kantor BPBD lalu bergegas bersama Ridwan dan perwakilan bidang aset Sekretariat Daerah menuju gedung STITEK. Mereka dijamu pengurus Yayasan Pendidikan Bessai Berinta, yang memang sudah lama menunggu.
Pada pertemuan tripartit itulah, politikus Nasdem ini membeberkan soal dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak yayasan.
Dia mengungkapkan pada pasal 13 dalam kontrak kerja sama sewa tersebut, dijelaskan larangan mengubah fungsi peruntukkan objek sewa menyewa dan bertentangan dengan izin prinsip pemanfaatan sewa ruang.
Jika melakukan perubahan atau menambahkan bangunan, wajib sepengetahuan mengajukan izin tertulis pihak pertama yaitu Pemkot Bontang.
“Saya lihat di depan itu ada bangunan baru, mirip swalayan. Apakah itu sudah ada izin dari pemerintah?. Jika tidak itu melanggar perjanjian kontrak kerja sama sewa,” ungkap Bakhtiar.
Kepala Yayasan Pendidikan Bessai Berinta Bontang Dedi Rahmad Utomo mengakui memang tidak membuat izin tertulis membangun ruang tersebut. Pihaknya hanya menyampaikan secara lisan kepada orang-orang di bagian aset.
Menurutnya ruang yang dibangun pada sisi kiri gedung kampus ditujukan tempat kreativitas mahasiswa. Seperti central mahasiswa dan STITEK Mart.
Dijelaskan, Dedi STITEK menempati bangunan tersebut sejak 2017. Namun, sebelumnya sifatnya pinjam pakai. Baru tahun lalu berubah dalam kontrak sewa menyewa. Per tahunnya Rp 62 juta.
“Itu bangunan sebenarnya bukan baru. Kita cuman memberikan ruang kreasi mahasiswa. Kalau izin memang belum ada secara tertulis. Tapi secara lisan sudah,” terang Dedi.
Dikonfirmasi, soal izin lisan yang disampaikan Dedi terkait pembangunan gedung mirip swalayan itu, Kepala Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Sekretariat Daerah, Santy membantahnya.
Ia mengaku pihaknya tidak pernah menerima informasi, bahwa pihak kampus ingin menambahkan bangunan baik itu secara lisan, atau pun tertulis.
Dan ia menegaskan apa yang dilakukan pihak STITEK adalah pelanggaran. “Kalau melanggar jelas melanggar. Karena diperjanjiannya jelas diatur,” pungkasnya. (Adv)
(Royen-Populismedia)