Dilema Galian C di Kanaan; Ditutup karena Ilegal, Tempat Ratusan Sopir Mengais Rejeki

Tumpukan pasir timbunan di lokasi galian C yang tidak lagi beroperasi, Minggu (27/4). (Doc. Populismedia)

Bontang – Penutupan tambang pasir atau galian C di Kelurahan Kanaan, Kecamatan Bontang Barat sejak dua minggu lalu, memicu gelombang pengangguran di kalangan sopir angkutan material.

Sebanyak 430 sopir yang tergabung dalam Persatuan Leveransir Bahan Bangunan (PLBB) kini terpukul pendapatannya setelah usaha mereka di titik tambang utama dihentikan oleh pemerintah.

Saat dijumpai oleh beberapa awak media, Wakil Ketua PLBB bersama puluhan rekan sesama sopir terdiam di halaman rumahnya di Kampung Masdarling, Kelurahan Telihan, Kecamatan Bontang Barat, pada Minggu (27/4/2025).

Sejak dua pekan lalu, Galian C yang menjadi mata pencaharian mereka dihentikan, dan sudah lebih dari seminggu mereka tidak memiliki pekerjaan.

Mereka tergabung dalam Persatuan Leveransir Bahan Bangunan (PLBB), yang memiliki sekitar 430 anggota, hampir semuanya adalah sopir berkeluarga yang kini terpaksa menghadapi pendapatan yang terhenti.

“Pekerjaan kami hilang. Kami menjadi pengangguran. Tidak ada pesanan sama sekali,” ujar Petrus.

Tambang pasir ini juga menjadi sumber pendapatan bagi ratusan sopir lainnya. Namun, sejak penutupan tambang, pendapatan mereka terputus.

Meskipun ada tambang galian C lain yang jaraknya lebih jauh, sekitar 40 kilometer, namun harga pasir yang diambil dari lokasi tersebut jauh lebih mahal.

“Biasanya harga pasir dari Kanaan sekitar Rp 200-230 ribu per rit. Sedangkan dari KM 24 bisa mencapai Rp 700 ribu per rit,” jelas Petrus.

Di lokasi lain, tepatnya di Desa Bunga Putih, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara, yang berjarak hampir dua jam perjalanan dari Bontang, harga pasir Sambera bahkan bisa mencapai Rp 1,5 juta per rit.

“Pesanan di sana sangat sedikit, biasanya hanya satu atau dua orang dalam seminggu. Harga yang tinggi membuatnya tidak terjangkau,” tambahnya.

Para sopir PLBB juga berperan penting dalam menyuplai material untuk berbagai proyek pemerintah. Hampir seluruh proyek pembangunan di Bontang bergantung pada mereka untuk transportasi material.

Namun, penutupan tambang di Kanaan berdampak besar pada harga bahan bangunan, yang berpotensi mengganggu kelancaran pembangunan daerah. “Harga bahan bangunan akan melonjak, dan masyarakat akan merasa keberatan. Ini juga berdampak pada proyek pembangunan jalan seperti yang terjadi di Gedung Bulog, Bontang Lestari,” ujar Petrus.

PLBB telah menyampaikan keluhan ini kepada Pemkot Bontang dan berencana untuk mengajukan aspirasi mereka kepada Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, pada Senin (29/4/2025).

Mereka berharap Pemkot Bontang dapat memberikan solusi nyata untuk mengatasi masalah pengangguran massal ini. “Kami akan rapat dan menentukan langkah selanjutnya. Kami akan bertemu Pak Wakil Wali Kota Agus Haris besok,” tutup Petrus.