Populism.id, BONTANG – Forum Jurnalis Bontang (FJB) melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas internal, di Kafe Losari, Api-Api, Bontang Utara, Sabtu (13/05). Program bertema “Keamanan dan Etika Jurnalis di Tengah Kepungan Digital” tersebut digelar dalam momen peringatan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia 2023.
Ketua FJB, Herdi Jaffar menyampaikan kegiatan ini untuk mengingatkan kembali kepada para jurnalis akan pentingnya bekerja secara aman, terstruktur, dan professional. Sebab tak bisa dipungkiri masih kerap terjadi potensi pelanggaran kode etik akibat ketidaktahuan para jurnalis.
“Program ini merupakan salah satu langkah kami untuk mengembangkan kapasitas anggota. Sehingga dapat bekerja lebih aman dan professional,” katanya.
Dalam pelaksanaan pelatihan, belasan jurnalis dari berbagai media disuguhkan tiga materi. Di antaranya, Keamanan Digital yang dibawakan Aji Sapta Dian Abdi, Kemaanan Holistik oleh Sari, dan Penulisan Berita Ramah Anak yang disampaikan Kartika Anwar.
Dalam materi keamanan digital, salah satu yang menjadi poin penting bagi jurnalis untuk melaksanakan tugas jurnalistik, yakni bagaimana mengelola keamanan sebelum dan pascaliputan. Seperti mencegah kebocoran data pribadi dan lainnya.
Pelatihan menjadi menarik, lantaran peserta terus memberikan umpan balik pemaparan narasumber. Sehingga dalam penyampaian materi diselingi dengan diskusi. Pun materi kedua soal keamanan holistik. Sari yang merupakan jurnalis PKTV, menggarisbawahi salah satu poin yang kerap diabaikan saat ingin melakukan peliputan di wilayah konflik ataupun daerah bencana alam.
“Satu contoh, teman-teman setidaknya menyiapkan keperluan obat-obatan saat meliput daerah bencana alam. Kemudian, meliput di wilayah konflik, paling tidak mengenali lingkungan tujuan kita bertugas. Ini tidak bisa disepelekan,” jelasnya.
Diskusi demi diskusi yang diikuti peserta menjadi warna tersendiri dalam peningkatan kapasitas anggota FJB kali ini. Memasuki materi ketiga, penulisan ramah anak juga penting. Sebab tak dimungkiri, kerap kali ditemukan jurnalis tidak mengetahui batasan penulisan ramah anak.
“Biasanya jurnalis menulis identitas anak, bahkan keluarganya. Selama anak tersebut masih bawah umur, korban maupun pelaku harus disamarkan. Ini yang sering dilupakan sama teman-teman,” sebut Kartika Anwar dalam memaparkan materi.
Dalam kasus pemerkosaan misalnya, jurnalis juga tidak diperbolehkan menggambarkan secara detail atas apa yang dialami korban maupun yang dilakukan pelaku.
“Sudah diperkosa, kemudian ‘diperkosa’ lagi melalui penulisan berita,” tambahnya.
Sejak materi pertama hingga ketiga, peserta tentu mendapat pengetahuan tambahan dalam menjalankan kerja jurnalistiknya