
Bontang – Pemkot Bontang tengah mengkaji solusi terkait dampak penutupan aktivitas tambang pasir atau galian C, di Kanaan, Bontang Barat.
Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, menekankan perlu pendekatan yang objektif dan menyeluruh dalam menangani persoalan ini.
Menurut AH-sapaan akrabnya-, penutupan tambang dilakukan karena aktivitas tersebut dinilai melanggar ketentuan yang berlaku.
Namun, kebutuhan material seperti pasir uruk masih tinggi, sementara lokasi alternatif pengambilan material cukup jauh, yakni di wilayah Desa Bunga Putih, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kondisi ini dinilai memengaruhi biaya dan mobilitas distribusi material.
“Jarak dua jam dari lokasi alternatif tentu berdampak pada harga dan kelancaran pengiriman. Karena itu, kajian komprehensif sangat diperlukan,” kata AH saat dikonfirmasi, Jumat (2/5/2025).
Ia menambahkan, perlu ada evaluasi terhadap kebutuhan riil material di Bontang serta ketersediaan alternatif yang memungkinkan.
Pemerintah juga mempertimbangkan kemungkinan revisi terhadap Peraturan Daerah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), asalkan melalui berbagai kajian. Mulai dari filosofis, sosiologis, dan yuridis yang mendalam.
AH menuturkan, aktivitas penambangan bisa saja diperbolehkan selama memenuhi aspek keberlanjutan lingkungan.
Semisal, adanya kewajiban reklamasi dan pengelolaan lokasi tambang secara bertanggung jawab, bukan eksplorasi sembarangan yang meninggalkan kerusakan.
“Setiap eksplorasi pasti memiliki dampak. Namun yang terpenting adalah bagaimana meminimalkan dampak tersebut melalui pengelolaan yang ideal,” tegasnya.
Ia menyadari upaya pemerintah ini mungkin akan menimbulkan pro dan kontra.
Namun, Pemkot Bontang berkomitmen untuk mencari solusi terbaik yang tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari. “Kami cari solusinya,” tandasnya. (*)
Leave a Reply